DOLANAN CORAT-CORET

DOLANAN SAKTI SING ISO NYORAT-NYORET

MISSION IMPOSSIBLE PROTOKOLER ITB [ed.jumat]


Protokoler wisuda ITB bulan Juli ini terasa istimewa dibandingkan wisuda-wisuda sebelumnya. Protokoler yang berjumlah 20an harus siap melayani wisudawan yang berjumlah sekitar 1500an. Itu belum ditambah jumlah orang tua yang mencapai 2 kali lipatnya, tamu-tamu VIP, dan kaprodi. Ini tidak wajar, normalnya ada 50an protokoler yang bertugas. Tapi memang tidak ada pilihan lain. Banyak sekali protokoler yang diwisuda di bulan juli ini.

Kamis pagi, saat gladi bersih wisuda, sejumlah protokoler sedang berkumpul di ujung Balairung. Mereka sedang menghitung dengan cermat strategi mensukseskan acara wisuda untuk hari jumat. Saya menghampiri Loula, manajer SB Tengah. Dia memberi kode siap jalan, yang mempunyai arti divisinya sudah cukup SDM untuk menjalankan tugas. Resa, manajer SB 2, tidak hadir kala itu. Saya liat list di Googledocs, ada 9 orang, saya rasa Resa mendapatkan SDM yang cukup untuk mengendalikan SB 2.

Masalah timbul di SB 1. Hanya ada 4 orang didalam listnya. Jelas itu jumlah yang sangat tidak masuk akal untuk menjaga SB 1. Untungnya Gitta, sang manajer, punya inisiatif yang brilian. Tanpa diminta, dia memanggil kawan protokoler yang sejurusan yang wisuda hari sabtu untuk membantunya, jumlahnya langsung naik jadi 9 orang. Itu membuat jantung saya tenang kembali.

Ada yang menarik disini, saat Gitta menunjukan orang yang bersedia membantunya, saya langsung terdiam. Disana, protokoler farmasi dan calon wisudawan farmasi lain sedang berkumpul. Ini pertama kalinya saya menyadari Farmasi 2008 itu cantik-cantik, sumpah. Sayang banyak sekali massa kampus yang tidak tahu potensi ini. Mungkin karena mereka terlalu sering belajar, akhirnya banyak yang tidak tau kemenawannya.hehe

Dengan jumlah sekitar 27 orang, ditambah MC dan pasukan menwa, saya cukup percaya diri wisuda hari jumat akan berlangsung lancar.

Malam harinya, para manajer sudah membuat teklap detail tim protokolernya. Karena mereka tahu protokolernya harus lintas divisi saat hari-H nanti. Protokoler SB 1 /SB 2 bisa pindah ke SB Tengah pada waktu tertentu, dan juga sebaliknya. Kerja lintas divisi ini harus dibuat sematang mungkin agar tidak terjadi kekacauan.

 

—————————

 

Hari Jumat, protokoler adalah orang yang datang sangat pagi sekali. Jam 6 kurang sudah hadir semua di Sabuga. Semua protokoler masih mahasiswa, semuanya masih tinggal di kos. Jelas mereka hadir tanpa sarapan pagi, karena tidak ada warung yang buka sepagi itu, kecuali sudah menyiapkan makan sejak malam. Tapi mereka sudah terlihat rapi, bersih, energik, dan bersemangat.

Beberapa saat kemudian datang pasukan Menwa. Kita berkoordinasi singkat, karena waktunya memang sangat mepet. Entah datang darimana, tiba-tiba ada ide untuk memberdayakan mereka. Tim protokoler hampir semuanya wanita. Buku belasan box yang cukup berat itu perlu diangkut ke post tiap SB. Di post SB pun juga belum ada meja untuk mebagikan buku. Akhirnya tanpa sempat memikirkan rasa etika, saya suruh mereka membantu mengerjakan “tugas berat”.hehe. Problem Solved!

Saya tengok kanan-kiri di Balairung, terlihat sudah siap. Control room pun sudah diposisinya. Tempelan tempat duduk kaprodi hampir selesai. State menajer siap mengkondisikan tim KPA, PSM, dan LSS. Protokoler SB di dalam Balairung juga sudah standby di posisi masing-masing. Tanda di bagian dalam sudah siap semuanya.

Sayapun beranjak keluar ke SB 1 untuk mengecheck kondisi selasar. Beuh, sepi.hehehe. Mungkin karena keterbatasan SDM sehingga keputusan menghapus filter 2 menjadi solusi terbaik, akhirnya selasar tidak ada penjagaan protokoler.

Sesaat saya menyadari, saat orang tua masuk nanti mungkin akan bias, karena tidak ada protokoler filter 2 yang membantu mengarahkannya. Akhirnya saya berinisiatif membuat barikade dari pot tanaman di selasar untuk membatasi area wisudawan dan orang tua.

Saya lihat kanan kiri tidak ada orang yang siap untuk diberdayakan. Tapi tiba-tiba ada Gitta dibelakang saya. Alhasil dia jadi korban “angkut berat”.hehe. Pot tanaman pertama cukup membuatnya lelah, saya tak sampai hati memaksanya lagi. Akhirnya pot kedua, yang 3 kali lebih berat karena berisi tanaman, diangkut oleh penjaga Sabuga dan saya sendiri.

Begitu SB 1 sudah siap, saya langsung lari ke SB 2. Ditengah perjalanan, Ganes menegur saya, katanya protokoler ga boleh keliatan lari-lari. Memang benar, lari-lari membuat pakaian saya menjadi acak kadut dan penampilan makin ruwet, meskipun sudah ruwet dari sononya.hehe

Di SB 2 serupa dengan SB 1, sepi! hehe. Sama-sama tidak ada filter 2 nya. Dan sama pula tidak ada orang yang siap untuk diberdayakan jadi tukang “angkut berat”. Untungnya ada Nicko lewat, alhasil bersama saya, dia jadi kuli dadakan yang mengangkut pot tanaman menjadi pembatas area.hehe

Akhirnya, dengan bacaan basmallah. Komando membuka pintu gerbang Sabuga bisa saya keluarkan, meskipun telat beberapa menit. Bukan karena protokolernya yang belum siap, tapi karena pemegang gemboknya yang ilang-ilangan. Satpam ini bilang satpam itu yang bawa. Satpam itu bilang satpam sana yang bawa. Satpam sana bilang satpam situ yang bawa. Beuh, mutar-muter isinya. Tak apalah, yang penting pintu bisa terbuka dan sesuai plan.

Untuk memudahkan komando, Ganes meminta saya fokus pengendalian SB 2, dia SB VIP, sedangkan Diana di SB 1. Entah segimana rumitnya masalah di SB 1 dan SB VIP, saya percaya Ganes, Diana, dan para protokoler yang bertugas disana bisa menyelesaikannya.

Di SB 2, terlihat banyak orang tua yang bergerombol di depan pintu Balairung. Ternyata satpam masih mengunci pintunya! alhasil muter-muter cari satpam yang membawa kunci tersebut. Nicko yang tau saya sedang bingung mencari satpam, menyuruhkan tenang. Dia yang menawarkan diri untuk mencari satpam pembawa kunci tersebut.

Masalah kedua timbul dari orang tua dan wisudawan yang protes mencari toga dan tiket wisuda yang belum sempat diambil. Saya arahkan orang-orang itu ke pos tiket. Belum lama disana, mereka kembali dengan raut muka sebal. Ternyata tidak ada orang di penjaga tiket! Langsung saya minta tolong bu Anies untuk mengirim orang yang bertugas disana. Orang-orang yang mencari tiket tersebut sudah mulai merah terbakar karena penjaga tiket hadir agak lama. Omelan-omelan sudah menyeruak di muka saya. Untung tidak lama omelan itu disemprotkan, sang penjaga tiket sudah hadir.

Kembali ke selasar SB 2, mengecek pos pembagian buku terlihat lancar. Saya masuk kedalam balairung juga terlihat protokoler sibuk merapikan area. Saya sudah mulai agak tenang. Tapi sayang itu hanya beberapa saat saja, tiba-tiba Rahma, dari Menwa, meminta bantuan di gate orang tua.

Di gate orang tua SB 2, ternyata ada orang yang mengaku dosen tambang. Dia agak emosi menghadapi protokoler yang melarangnya masuk membawa balita. Entah dia dosen beneran atau bukan, yang saya lihat dari tiketnya hanya tamu undangan. Tidak ada tulisan “dosen tambang” atau “tiket khusus balita”. Protokoler di gate sudah bertindak sangat tepat! tidak ada diskriminasi jabatan disini.

Sesaat SB 2 terlihat tenang. Saya mencoba berjalan-jalan ke SB  Tengah. Terlihat lancar. Jempol untuk Ganes, Loula, dan protokoler SB Tengah. Kemudian ke SB 1. Juga terlihat lancar. Mungkin ada masalah juga seperti di SB 2, tapi saya yakin Diana, Loula, dan Tim protokoler dapat menanganinya dengan baik.

Saya kembali ke SB 2. Tiba-tiba Rahma kembali memanggil untuk menangani orang tua lagi. Disana terlihat satu keluarga penuh, beserta wisudawan, sedang mengomel-omel di depan petugas menwa. Mereka yang hanya membawa 2 tiket tapi membawa 5 anggota keluarga itu ngotot ingin masuk Sabuga. Entah, dengan dalih momen penting, empati terhadap balita, kemanusiaan, sudah datang jauh-jauh, pokoknya mereka berusaha keras ingin masuk Sabuga. Tapi tetap saya tolak, alhasil mereka mengalah. Mereka sepakat hanya 2 orang yang masuk ke Sabuga.

Sampai jam 7.45. Pintu gerbang sudah mulai ditutup, melenceng dari seharusnya pukul 7.30. Melencengnya jam ini karena beda rundown dari protokoler, menwa dani satpam. Saya mengalah, toh yang pegang kunci itu satpam dan menwa.

Disinilah masalah akan timbul. Orang tua dan wisudawan yang terlambat, mereka berbondong-bondong masuk pintu tengah, kemudian lari berhamburan ke pintu wisudawan SB 1. Saya cuma bisa berdoa, semoga Diana dan Gitta dapat menanganinya orang tua dan wisudawan terlambat yang datang berbondong-bondong itu.

Prosesi sudah siap dimulai, terlihat menwa dan protokoler membuat barikade untuk rektorat. Tapi disitu juga terlihat beberapa orang tua bergerumbul mendesak protokoler masuk Balairung. Saya datangi mereka. Ternyata mereka mendesak masuk karena membawa balita. Sekali lagi, tindakan protokoler yang menghadang sudah tepat, melarang balita masuk Balairung!

Disini ada kejadian yang agak menggelikan. Klo protokoler dapat menangani dengan sikap legowo dari orang tua, tandanya  protokoler tersebut berhasil. Klo orang tuanya jadi marah-marah, belum tentu protokolernya yang salah. Bisa jadi orang tua tersebut emang tidak tau diri dan gampang emosional. Tapi yang terjadi, saat saya menangani gerombolan orang tua itu, mereka menangis! Seumur-umur ini adalah kejadian pertama saya. Dan jelas ini tandanya saya adalah protokoler yang gagal.hehe

Sesaat mereka tenang kembali, para orang tua yang membawa balita itu masih berusaha masuk Balairung. Anjar menjadi korban “kontak fisik”. Sampe2 dia takut menghadapi orang tua tersebut.hehe. Tapi tetap, “balita bertiket” itu tidak berhasil masuk ke Balairung.

Tantangan pertama, filtering dan gating sudah selesai. Saya dengar SB 1 tidak ada masalah. SB Tengah juga. Saya tahu kedua SB tersebut juga tidak kalah rumit masalahnya seperti yang dihadapi SB 2, saya salut dengan keberhasil tim protokoler menyelesaikan masalah disana. Begitu juga dengan protokoler SB 2, yang bermental baja menghadapi wisudawan dan orang tua yang mbandelnya ga ketulungan.

Kemudian dari HT(handy talkie) terdengar suara Bu Anies yang memberi aba-aba ke Ganes, Bahwa balairung sudah kondusif untuk prosesi upacara. Alhamdulillah…..

 

———–

 

Upacara telah dimulai. Rektor dan guru besar memasuki Balairung. Sesaat kemudian terdengar dari HT percekapan Bu Anies dengan Diana, ternyata ada masalah di SB 1 pintu wisudawan. Orang tua dan wisudawan yang telat tadi bergerombol mendesak masuk ke dalam. Akhirnya mereka diijinkan masuk setelah upacara selesai, dengan syarat masuknya pelan-pelan dan bertahap agar tidak mengganggu jalanya prosesi sidang terbuka. Di SB 2 sendiri tidak terjadi masalah sepelik itu.

Sesaat kemudian, Fanny mendatangi saya. Dia bilang ada istri rektor mau masuk. Waduh, pas upacara gini gimana cara masukinnya. -___-“. Ada dua pilihan waktu itu, memasukan di pintu VIP tapi beresiko mengganggu upacara. Atau lewat pintu belakang tapi beresiko jadi pusat perhatian karena menyebrangi area yang cukup jauh. Saya memilih yang kedua, dengan harapan tidak mengganggu upacara. Urusan jadi pusat perhatian itu resiko datang terlambat. Semoga saya ga kena semprot Bu Anies.hehe

Sisanya, orang tua dan wisudawan yang terlambat di SB 2 dapat ditangani dengan baik oleh protokoler SB 2. Saya akhirnya menghampiri SB 1. Beuuh… banyak sekali orang tua dan wisudawan yang bergerombol disana. Saya coba bantu mereka. Terlihat ada beberapa kaprodi yang terlambat, yang ini memang terpaksa harus masuk ke Balairung meskipun sedang upacara. Begitu juga dengan wisudawan.

Terlihat aba-aba dari Gitta dan Diana yang siap menangani gerombolan orang tua yang terlambat ini. Saya serahkan ke mereka. Saya kembali ke SB Tengah untuk istirahat sejenak. Di bawah kontrol room, saya ikut nimbrung bersama protokoler lain untuk sarapan kue yang diberi dari paket kotakan.

Sesaat kemudian, ada istruksi dari Bu Anies untuk merolling petugas yang istirahat dengan yang bertugas. Saya lihat protokoler yang dibawah kontrol room sedang makan. Saya keluar ke SB Tengah, terlihat ada Icha, Gembong, dan Nicko sedang berjaga. Kemudian pindah ke SB 1, protokoler juga sedang sibuk mengatur arus yang terlambat dan yang mengurus tiket toilet. SB 2 pun demikian. Melihat kemungkinan rolling yang sulit ini, saya putuskan untuk mengirim makanan ke SB 1 dan SB 2. SB Tengah saya suruh masuk dan makan langsung. Biarkan menwa sendirian dulu yang menjaga pintu, toh cuma sebentar.hehe

Situasinya mulai kondusif. Baik dari SB 1, SB 2, dan SB Tengah. Saya iseng main-main ke control room. Ada Faiza dan Alfia disana. Yang lebih membuat saya kaget, Faiza “nyambi” ngerjain tugas. Nih orang super multitasking.hehe

Setelah itu, saya turun ke SB 2. Terlihat ada Fanny disana. Kemudian dia bercerita ada orang yang mengaku dosen tambang membawa balita ingin masuk ke Balairung. Sempet terpikir jangan-jangan orang yang sama tadi. Ternyata benar, saya lihat didalam sana ada Sinta, Resa, dan Vaski(klo ga salah) sedang disemprot orang itu.

Saya mendekati mereka. Dan tanpa basa-basi orang tersebut ikut menyemprot saya. Untung Resa langsung tanggap. Dia bersama 2 protokoler disebelahnya pergi meninggalkan saya sendiri dengan orang ini. Saya mencoba basa-basi, “ada yang bisa dibantu?”. Orang itu cuma tersenyum kecut dan pergi begitu saja. Setelah itu Resa datang lagi. Ternyata orang tadi memang “nge-modus”, dia tidak ingin masalahnya cepat selesai, tapi ingin adu argumen. Brilian banget manajer saya ini.hehe

Saya kembali ke tengah, melihat pengkondisian barikade untuk salaman dengan rektor. Di saat jalan, saya melihat Ganes sedang sibuk di bagian luar sabuga untuk menghimbau orang. Akhirnya saya minta tolong Fia untuk menggantikanya.

Di dalam Balairung, Protokoler sudah menyebar membarikade wisudawan yang salaman dengan rektor, foto bersama rektor, dan mengambil ijazah. Barisan barikade sudah diatur sedemikian rupa oleh Loula. Dia juga udah menyiapkan protokoler yang bertugas barikade saat rektor keluar Balairung.

Setelah acara ucapan selamat ini, ada orasi dari perwakilan mahasiswa. Ada perintah untuk mensweeping selasar agar para wisudawan masuk ruangan lagi. Bersama menwa, protokoler mensweeping selasar dari ujung SB 1 hingga ujung SB 2. Sambil menginstruksikan tutup pintu saat mau berdoa.

Sampai di ujung pintu wisudawan SB 2, ada Daril, Sinta, dan Resa sedang mengurus tiket toilet. Acara hampir selesai, hal yang sangat dinanti-nantikan oleh saya.hehe

 

—————–

 

Di ujung pintu dalam SB 2 saya mengamati kondisi Balairung. Dengan jumlah sekitar 27 protokoler, menangani 500 wisudawan dan orang tuanya sudah cukup melelahkan. Saya lihat beberapa protokoler di depan saya, ada Anita, Dini, Icha, Amalia, Hani, dan Gembong tidak mungkin bertugas esok harinya. Begitu juga manajer saya Gitta dan Resa. Mereka semua akan diwisuda besok sabtu. Protokoler kehilangan banyak tenaga. Ini akan menjadi tantangan menarik untuk General Manajer Sabtu, Diana.

Ada sedikit harapan sebenernya. Ada kabar beberapa kawan protokoler lain yang belum sempat bertugas jumat akan membantu hari sabtu nanti. Selain itu, saat saya mengobrol dengan Adam, dantim Menwa, juga menyanggupi penambahan personel untuk melancarkan wisuda hari sabtu.

Saya sendiri berharap, ide gila dari Diana, yang membuat sistem ambassador tiap fakultas tersebut dapat diaplikasikan. Itu sangat membantu tugas protokoler. Entahlah, semoga besok tidak serewel hari ini. Semoga kerikil kecil yang merintangi hari ini tidak terulang lagi. Semoga hal masalah sepele tapi esensial seperti keterlambatan HT, beda rundown, balita rewel, keterlambatan orang tua, keterlambatan VIP dan kaprodi, dan tetek bengek lain tidak terjadi lagi. Yang jelas hari sabtu nanti harus siap tenaga ekstra.

Saya lihat kebelakang, ada Resa dan Sinta yang sedang menghadang orang tua ingin keluar Balairung. Sekarang memang waktunya berdoa bersama, tidak boleh ada keluar masuk ruangan. Saya sendiri dikelilingi 5 bapak-bapak yang sudah tua, yang juga menunggu pintu keluar dibuka.

Setelah doa bersama selesai, kelima bapak-bapak tersebut ngobrol santai dan bercanda dengan saya. Sesaat kemudian MC mengumumkan prosesi wisuda telah usai. Saya senang sekali mendengarnya. Tanpa disadari saya tepuk tangan sendiri, yang kemudian disusul oleh kelima bapak-bapak tadi. Mereka sambil tersenyum menyalami dan memberi ucapan selamat kepada saya.

“Selamat yah nak”, ucap bapak-bapak tadi. Jarang sekali kejadian dengan bapak-bapak itu terjadi di keprotokoleran. Ada rasa gembira dan bangga yang tak terlukiskan. Mungkin itu apresisasi dari Allah karena kerja keras para protokoler yang bertugas sangat baik hari ini.

=)

 

 

bersambung edisi hari sabtu……

Leave a comment »

SATU ITB, SATU INDONESIA


Diatas adalah foto segerombolan anak TPB angkatan 2008 yang sedang menjalani INKM-ITB(inisiasi keluaga mahasiswa ITB). Disana juga nampak foto sekitar 3000 mahasiswa sedang jongkok membentuk suatu tulisan “I T B” dengan warna “Merah Putih” yang mensimbolkan ITB untuk INDONESIA.Terkadang saya masih terngiang dengan warna-warni taplok, keamanan, medik, dan tentunya APARATORIS! hahaha. Ah, seru banget INKM kami kala itu dibandingkan OSKM angkatan sebelum dan sesudah kami. Kami cukup beruntung mendapatkan perlakuan yang “menyenangkan”.

Saya juga ingat, ITB2008 mendapatkan julukan yang unik, yaitu “konglomerat-konglomerut bangsa”. Sangat kontras dengan angkatan sesudah kami, seperti Mahakarya Ganesha, Putra-Putri apalah itu, pokoknya bagus2 namanya(mungkin karena pemimpin KM nya “orang depan”.hehe). Nama diangkatan kami tersemat karena separuh dari kami masuk ITB melalui jalur USM yang notabene biayanya mahal. Berbeda dengan kampus lain yang membiarkan ujian mandiri menjadi andalan utama, di kampus ini ujian mandiri menjadi sorotan utama di kampus karena mahasiswa terdoktrin “putra-putri terbaik bangsa” yang terseleksi dengan adil tanpa ada embel-embel “uang”. Yah, meskipun angkatan sesudah kami biayanya lebih mahal dan lebih hedonis, gelar “konglomerat-konglomerut bangsa” akan terus tersematkan di pundak kami.hehe

Semoga sukses selalu ITB 2008.
Berkaryalah untuk bangsa,
Mengabdilah untuk negeri,
Dan berjuanglah untuk rakyat!
=)

Danlap : Siapa kalian!
ITB2008 : Dua Ribu Delapan
Danlap : 2008 !!!
ITB2008 : I T B
Danlap : ITB !!!
ITB2008 : ITB – ITB – ITB

Leave a comment »

KITA BUTUH NEGARAWAN


Bangsa ini merindukan negarawan.. Dan kampus sudah seharusnya menjadi tempat persemaian..

Hal tersebut dilakukan dengan pertarungan ide & gagasan, dimana intelektualitas yang dikedepankan.. Perbedaan bukan menjadi halangan karena para negarawan saling bertujuan untuk membangun peradaban..

Bangsa ini merindukan sosok Hatta yang masih menjenguk Soekarno yang menjadi pesakitan di kala dwitunggal telah tanggal.. Bangsa ini merindukan sosok KH Agus Salim yang saling berboncengan hangat di sepedanya bersama D.N Aidit setelah panas berdebat di konstituante.. Itulah modal awal bagaimana bangsa ini bisa berdiri tegar dalam bingkai persatuan..

-Herry Dharmawan-

Leave a comment »